Dosen Nge Blog
Jumat, 29 Maret 2013
PERSONALITY DEVELOPMENT
<iframe src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/17895164" width="427" height="356" frameborder="0" marginwidth="0" marginheight="0" scrolling="no" style="border:1px solid #CCC;border-width:1px 1px 0;margin-bottom:5px" allowfullscreen webkitallowfullscreen mozallowfullscreen> </iframe> <div style="margin-bottom:5px"> <strong> <a href="http://www.slideshare.net/Nalahudin/pertemuan-1-personality-development" title="Pertemuan 1 personality development" target="_blank">Pertemuan 1 personality development</a> </strong> from <strong><a href="http://www.slideshare.net/Nalahudin" target="_blank">Nalahudin</a></strong> </div>
Selasa, 27 Maret 2012
Sistem Pengembangan Manajemn Kinerja Klinik (SPMKK)
MANAJEMEN PELAYANAN
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Penerapan Lima
Komponen Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) Perawat.
Oleh : Muhlisin
Nalahudin.
A.
Sejarah Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik
(SPMKK) Perawat.
SPMKK adalah upaya peningkatan
kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
disarana atau institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan
yang bermutu (Depkes, 2006)
Pada bulan Oktober
2000 - Maret 2001, Tim Konsultan WHO bekerja sama dengan Kelompok Kerja Perawat
Tingkat Nasional Depkes, mengembangkan satu model “ Sistim Pengembangan
Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) guna meningkatkan kemampuan manajerial dan
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada tatanan rumah sakit
dan puskesmas. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh WHO dan
Keperawatan Depkes di Provinsi Kaltim, Sumut, Sulut, Jabar dan DKI menunjukan
gambaran sebagai berikut :
1. 70,9 % perawat selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan.
2. 39,8 % perawat masih melakukan tugas-tugas kebersihan.
3. 47,4 % perawat tidak memiliki uraian tugas secara tertulis.
4. Belum dikembangkan monitoring dan evaluasi Kinerja Klinis bagi perawat
secara khusus (Depkes, 2006).
B.
Tujuan upaya pengembangan SPMKK
1. Jangka pendek
·
Agar
supaya tenaga keperawatan dapat membuat standar dan diskripsi pekerjaan sesuai
dengan tupoksinya.
·
Mempunyai
kemampuan manajerial dalam mengelola kegiatan keperawatan.
·
Mempunyai
hubungan sistem monitoring indikator kinerja.
·
Senantiasa
mengembangkan proses pembelajaran penyelesaian kasus secara berkesinambungan
melalui RDK (Refleksi Diskusi Kasus).
2. Jangka panjang
Meningkatkan
profesionalisme perawat, karena bagaimanapun tuntutan akan profesionalisme
dalam melaksanakan pekerjaannya akan menjadi syarat dalam mewujudkan bentuk
akuntabilitas publik.
C.
Prinsip Pengembangan SPMKK
1.
Komitmen
Komitmen dapat
diartikan sebagai janji atau tanggungjawab. Hal ini dapat diartikan bahwa
setiap orang/pihak/institusi yang berkomitmen terhadap SPMKK berjanji untuk
melaksanakan SPMKK. Adanya komitmen ini sangat diperlukan mulai dari tingkat
pimpinan/pengambilan keputusan dipemerintahan sampai kelevel yang paling bawah.
Komitmen merupakan suatu komponen yang dapat menjamin kesinambungan kegiatan.
2.
Kualitas
Pelaksanaan SPMKK
diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) keperawatan meliputi
kinerja dan hasil pelayananya. Peningkatan kinerja perawat akan mempengaruhi
kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan
citra pelayanan keperawatan disarana pelayanan kesehatan.
3.
Kerja
tim
SPMKK baru difokuskan
kepada perawat tetapi mendorong adanya kerjasama kelompok (team work) antar
tenaga kesehatan, karena kerjasama tim merupakan salahsatu penentu keberhasilan
pelayanan kesehatan.
4.
Pembelajaran
berkelanjutan
Penerapan
SPMKK memberikan kondisi terjadinya pembelajaran yang memungkinkan setiap
individu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat
mengikuti perkembangan IPTEK.
5.
Efektif
dan efisien
Dengan menerapkan
SPMKK perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien karena mereka bekerja
sesuai dengan standar dan uraian tugas serta diikuti dengan monitoring dan
evaluasi yang dapat meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan. Adanya
kejelasan tugas memungkinkan setiap orang bekerja pada area yang telah
ditetapkan.
D.
Strategi Penerapan SPMKK
1.
Membangun
komitmen
Membangun komitmen dengan semua pihak yang
terkait/stakeholder dengan pengembangan SPMKK untuk itu perlu adanya
sosialisasi dan koordinasi.
2.
Melibatkan
stakeholder
Dengan komitmen, keterlibatan stakeholder
dapat memberikan dukungan moril dan material dalam penerapan SPMKK.
3.
Mengelola
sumber daya
Pengelolaan SDM, sumber dana, dan fasilitas
dapat ditingkatkan untuk mengoptimalkan keberhasilan SPMKK perawat.
4.
Profesionalisme
Pengelolaan SPMKK secara profesional dengan
perencanaan yang matang serta diimplementasikan secara sungguh-sungguh
berdasarkan pada pedoman SPMKK, standar profesi, SOP keperawatan, serta pedoman
pelayanan kesehatan lainnya.
5.
Desentralisasi
Dalam rangka otonomi daerah SPMKK dapat
dikembangkan sesuai kondisi masing-masing daerah dengan tetap berpedoman pada
pedoman yang telah ditetapkan.
E.
Komponen dasar SPMKK.
Dalam rangka
mewujudkan terciptanya pelayanan profesional keperawatan perlu disediakan
pedoman pelaksanaan SPMKK yang mengacu pada lima komponen SPMKK yaitu : Standar,
Uraian tugas, Indikator kinerja, Refleksi Diskusi Kasus (RDK), Monitoring dan
Evaluasi.
1.
Standar
Komponen
utama yang menjadi kunci dalam SPMKK adalah standar, yang meliputi standar
profesi, Standar Operasioanal Prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yang
digunakan oleh perawat disarana pelayanan kesehatan. Standar keperawatan
bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Standar juga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pekerjaan, dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta melindungi masyarakat atau klien
dari pelayanan yang tidak bermutu.
Standar adalah suatu
pedoman atau model yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima
pada suatu tingkat praktik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Reyers,
1983).
Standar yang
ditetapkan harus memenuhi kreteria yaitu : spesifik (specific), terukur
(measurable), tepat (appropriate), andal (reliable), tepat
waktu (timely).(Donabedian, 1982)
a.
Ketentuan
standar
1.
Harus
ditulis dan dapat diterima untuk dilaksanakan oleh para pelaksana.
2.
Mengandung
komponen struktur, proses, hasil.
3.
Standar
dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sitem dalam organisasi.
4.
Standar
harus disyahkan atau disetujui oleh yang berwenang.
b.
Komponen
standar
1.
Standar
struktur atau standar input menjelaskan praturan, kebijakan tatanan dalam
organisasi, meliputi filosofi dan obyektif organisasi dan administrasi,
kebijakan dan peraturan, staffing dan pembinaan, deskripsi pekerjaan, fasilitas
dan peralatan.
2.
Standar
proses adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi dan penerima asuhan yang
berfokus pada kinerja petugas secara profesional dalam tatanan klinis meliputi
fungsi, tanggungjawab, dan akontabilitas, manajemen kinerja klinis, monitoring
dan evaluasi kinerja klinis.
3.
Standar
hasil adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasien. Standar ini
berfokus pada asuhan pasien yang prima meliputi kepuasan pasien, keamanan
pasien, kenyamanan pasien.
c.
Manfaat
standar
1. Menetapkan norma dan memberikan kesempatan anggota masyarakat dan perorangan
mengetahui bagaimana tingkat pelayanan yang diharapkan/diinginkan karena
standar tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas.
2. menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur
untuk memonitor kualitas kinerja.
3. berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi
aktual dan sesuai dengan kondisi lokal.
4. meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan
lebih baik;
5. meningkatkan pemanfaatan staf dan
motivasi staf.
6. dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan dasar maupun post basic pelatihan dan pendidikan.
2.
Uraian tugas
Uraian tugas adalah
seperangkat fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang dijabarkan dalam suatu
pekerjaan yang dapat menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, sehingga dapat
menunjukan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Uraian
tugas merupakan dasar utama untuk memahami dengan tepat tugas dan tanggugjawab
serta akuntabilitas setiap perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
a.
Dalam
lingkup keperawatan uraian tugas meliputi :
1.
Posisi
struktural
Ketentuan dari posisi struktural ditetapkan
oleh pemerintah ditentukan oleh adanya jabatan sesuai dengan sistem yang
ditentukan oleh organisasi, dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan (SK).
Posisi struktural ini ditentukan oleh masing-masing organisasi misal : kepala
bangsal, koordinator puskesmas, penanggungjawab puskesmas pembantu, ketua PPNI
dan lain-lain yang dikukuhkan dengan terbitnya SK pengangkatan.
2.
Posisi
klinis
Posisi klinis berhubungan dengan kompetensi,
tanggungjawab dan kewenangan yang sangat berhubungan pula dengan tingkat
pendidikan. Misalnya : jabatan fungsional pada jenjang perawat pelaksana,
perawat penyelia SPK, D1, D2, D3, D4, S1 atau tingkat profesi yang memiliki
batas kewenangan masing-masing.
b.
Enam
langkah untuk mengembangkan uraian tugas yaitu :
1.
Identifikasi
pekerjaan
2.
Analisa
pekerjaan
3.
Analisa
kegiatan setiap pekerjaan
4.
Evaluasi
fungsi melalui analisis kinerja dengan menggunakan penilaian kinerja.
5.
Analisis
indikator kinerja untuk setiap kompetensi
6.
Metode
penilaian kinerja.
c.
Tujuh
kriteria yang harus dipertimbangkan dalam uraian tugas sebagai berikut :
1.
Diskripsi
pekerjaan harus terkini dan akurat untuk persyaratan fungsi dan tugas yang
diperlukan.
2.
Posisi/jabatan
klinis harus jelas berdasarkan ketentuan dan jenjang karir yang ditetapkan oleh
organisasi.
3.
Diskripsi
pekerjaan menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, bagaimana dan untuk apa pekerjaan
tersebut berbeda satu dengan yang lainnya.
4.
Diskripsi
pekerjaan harus lengkap dan tidak mendetail, sehingga dapat mengembangkan
fungsi dan tugas lebih luas.
5.
Adanya
rancangan standar yang digunakan pada semua pekerjaan bagi masing-masing
kategori.
6.
Diskripsi
pekerjaan harus realistis untuk aspek teknis dan sumber daya manusia yang
memungkinkan.
7.
Diskripsi
pekerjaan harus selalu direvisi sesuai dengan kondisi terkini.
3.
Indikator kinerja
Indikator kinerja
perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan
dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan
kepada pasien dan proses pelayanannya. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas
sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien yang
berdampak terhadap pelayanan.
a.
Tujuan
:
1.
Meningkatkan
prestasi kerja staf sehingga mendorong peningkatan kinerja staf
2.
Merangsang
minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui
prestasi pribadi.
3.
Memberikan
kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan,
sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.
b.
Karakteristik
Indikator :
1.
Sahih
(valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur
aspek-aspek yang akan dinilai.
2.
Dapat
dipercaya (reliable) artinya mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang
berulangkali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3.
Peka
(sensitive) artinya cukup peka untuk mengukur sehingga memberikan hasil
yang sesuai.
4.
Spesifik
(specific) artinya memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan
tidak tumpang tindih.
5.
Berhubungan
(relevan) artinya sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan
kritikal. Contoh : pada unit bedah indikator yang di buat berhubungan dengan pre
operasi dan post operasi.
c.
Klasifikasi
indkator :
1.
Indikator
input : merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan
aktivitas misalnya personil, alat, informasi, dana , peraturan.
2.
Indikator
proses : memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
3.
Indikator
out put : mengukur hasil meliputi cakupan, pengetahuan, sikap dan
perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini
juga disebut indikator effect.
4.
Indikator
out come : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact)
suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kasehatan
masyarakat/penduduk.
4.
Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
RDK adalah suatu
metode merefleksikan pengalaman klinis perawat dalam menerapkan standar dan
uraian tugas. Pengalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman aktual
dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dalam
memberikan pelayanan keperawatan termasuk untuk menemukan masalah dan
menetapkan upaya penyelesaiannya. Misal dengan adanya rencana untuk menyusun
SOP baru.
a.
Tujuan
RDK
1.
Untuk
mengembangkan profesionalisme.
2.
Meningkatkan
aktualisasi diri.
3.
Meningkatkan
motivasi untuk belajar.
4.
Meningkatkan
pemahaman terhadap standar.
5.
Memacu
untuk bekerja sesuai standar.
b.
Persyaratan
Pelaksanaan RDK
1.
Sistem
yang didukung oleh manajer lini pertama (supervisor) dan didukung oleh atasan
langsung yang mendorong serta mewajibkan anggotanya untuk melaksanakan RDK
secara rutin, terencana dan terjadual dengan baik. Diatur dalam SK dan Prosedur
Tetap Pelaksanaan RDK.
2.
Merupakan
satu kelompok profesi
3.
Kasus/issu
yang menarik diambil dari pengalaman kinerja klinik
4.
Ditunjuk
satu orang sebagai penyaji kasus, satu orang sebagai fasilitator dan beberapa
orang sebagai peserta diskusi, posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain
dalam diskusi setara/sejajar.
5.
Persyaratan
administratif : jadual, laporan kasus, lembar daftar hadir, lembar notulen.
6.
Kasus
yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman kinerja klinis yang menarik
dan memberikan motivasi pada peningkatan kinerja.
7.
Waktu
pelaksanaan tidak terlalu lama : singkat, padat dan terorganisir dengan baik ±
1 jam.
8.
Posisi
duduk sebaiknya melingkar dan saling berhadapan sehingga bisa berkomunikasi
secara bebas.
9.
Tidak
boleh ada interupsi saat penyajian kasus, klarifikasi kasus disampaikan secara
bergantian.
10.
Tidak
diperkenankan ada dominasi dan memberikan kritik yang dapat memojokan peserta
lainnya.
11.
Membawa
catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh tertumpu pada catatan,
sehingga dapat mengurangi perhatian dalam diskusi.
5.
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring
meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indikator kinerja yang telah
disepakati yang dilaksanakan secara periodik untuk memperoleh informasi
sejauhmana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring
bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan dan mempercepat
pencapaian target. Hasil monitoring yang dilaksanakan diinformasikan kepada
staf dan dilaporkan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dan tindaklanjut.
a.
Tujuan
monitoring dan evaluasi
1.
Memperoleh
informasi tentang kegiatan apakah telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
memberikan umpan balik.
2.
Mempertanggung
jawabkan tugas/kegiatan yang telah dilakukan.
3.
Sebagai
bahan untuk mengambil keputusan dan tindaklanjut dalam pengembangan program.
4.
Menentukan
kompetensi pekerja dan meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong
hubungan yang baik diantara pegawai.
5.
Menghargai
pengembangan staf dan memotivasi kearah pencapaian kualitas yang tinggi.
6.
Menggiatkan
konseling dan bimbingan dari manajer.
7.
Memilih
pegawai yang berkualitas untuk pertimbangan jenjang karir.
8.
Mengidentifikasi
ketidakpuasan terhadap sistem.
b.
Manfaat
monitoring dan evaluasi
1.
Mengidentifiaksi
masalah keperawatan
2.
Mengambil
langkah korektif untuk perbaikan secepatnya
3.
Mengukur
pencapaian sasaran/target.
4.
Mengkaji
kecenderungan status kesehatan pasien yang mendapat pelayanan.
c.
Prinsip-prinsip
monitoring dan evaluasi
1.
Libatkan
staf dalam perencanaan dan implementasi, diskusikan dengan staf untuk
memberikan kesempatan mengerti konsep, ide-ide dan keuntungan sehingga evaluasi
menjadi berguna.
2.
Bentuk
tim monev yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan monev.
3.
Pastikan
ada kesepakatan pelaksanaan evaluasi.
4.
Siapkan
sumber-sumber pengambilan data dan analisa, jika memungkinkan melibatkan
pendapat ahli.
5.
Mendorong
evaluator untuk melaporkan kemajuan.
6.
Dokumentasikan
seluruh proses monev, jika ditemukan ketidaksesuaian dengan standar berikan
peluang untuk langkah-langkah perbaikan.
7.
Hasil
temuan bukan kesalahan tetapi merupakan awal proses perubahan ke arah
perbaikan.
Referensi
1. Donabedian,
A. (1982) Explorations in Quality Assessment and Monitoring. Volume II : The
Criteria and Standars of Quality, Michigan: Health Administration Press.
2. Departemen Kesehatan RI. (1997) Instrumen Evaluasi Penerapan
Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit. Direktorat Jendral
Pelayanan Medik, Direktorat RSU dan Pendidikan, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI., WHO., PMPK-UGM. (2003) Implementasi Sistem Pengembangan
Manajemen Kinerja Klinik Untuk Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit Dan Puskesmas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
4. Departemen Kesehatan RI. (2006) Modul Pengembangan
Manajemen Kinerja
Klinik (PMKK) Perawat & Bidan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
5. Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman, (2008) Modul Materi Komponen Dasar SPMKK,
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Selasa, 20 Maret 2012
KONFLIK, KOLABORASI dan NEGOSIASI
KONFLIK,
KOLABORASI DAN NEGOSIASI
By :
Muhlisin Nalahudin
A. Pengertian
dan Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Konflik
adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih.
(Marquis dan Huston, 1998).
Konflik timbul akibat ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan
kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran, dan akses yang tidak
seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian
menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan,
penindasan, dan kejahatan. Masing-masing tingkat tersebut saling berkaitan,
membentuk sebuah rantai yang memiliki potensi kekuatan untuk menghadirkan
perubahan, baik yang konstruktif maupun yang dekstruktif.
Konflik
terjadi sudah dimulai sejak seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah
suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi dalam organisasi.
Namun harus tetap diselesaikan secepatnya. Konflik diindikasikan sebagai suatu
kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindarkan. Kalau staf
diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan
ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara langsung supaya masalah tidak
menumpuk dan bertambah banyak. Manajemen konflik yang konstruktif akan
menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena
utama, komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran
serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan.
B.
Penyebab konflik
1) Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2) Hambatan komunikasi
3) Tekanan waktu
4) Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak
masuk akal
5) Pertikaian antar pribadi
6) Perbedaan status
7) Harapan yang tidak terwujud
C. Kategori
konflik
1. Intrapersonal.
Konflik yang terjadi pada individu sendiri.
Akibat dari kompetisi peran, misalnya, manajer mempunyai konflik intrapersonal
dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekaryaan,
dan loyalitas kepada pasien.
2. Interpersonal.
Konflik terjadi antara dua orang atau lebih
dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Misal, manajer sering mengalami
konflik dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahan.
3. Antarkelompok.
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari
kelompok orang, departemen, atau
organisasi. Misalnya, hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas.
D. Proses
konflik
1. Konflik
laten.
Konflik yang terjadi terus menerus dalam suatu
organisasi. Misal, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat.
Memicu ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, konflik kadang tidak
nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2. Konflik
yang dirasakan.
Konflik terjadi karena adanya sesuatu yang
dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah.
3. Konflik
yang tampak/sengaja dimunculkan.
Konflik sengaja dimunculkan untuk dicari
solusinya. Tindakan yang dilaksanakan menghindar, kompetisi, debat, atau
mencari penyelesaian konflik.
4. Resolusi
konflik.
Suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan
semua orang yang terlibat didalamnya. Dengan prinsip “win-win solution”
5. Konflik
“aftermath”.
Konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesainya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar jika
tidak segera diatasi.
E.
Langkah-langkah Penyelesaian konflik
1. Pengkajian
v Analisis
situasi. Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang
diperlukan, lakukan pengumpulan fakta pengkajian lebih mendalam, siapa yang
terlibat dan peran masing-masing, tentukan situasinya jika dapat diubah.
v Analisis
dan mematikan isu yang berkembang. Jelaskan masalah dan
perioritas fenomena yang terjadi, tentukan masalah utama yang memerlukan suatu
penyelesaian, hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
v Menyusun
tujuan. Jelasakan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
v Mengelola
perasaan. Hindari respon emosional : marah, sebab setiap orang
mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
3. Intervensi
v Masuk
pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil
yang positif yang akan terjadi.
v Menyelesaikan
metode dalam menyelesaikan konflik. Memerlukan metode yang berbeda-beda. Pilih
metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
F.
Strategi penyelesaian konflik
1. Kompromi
atau Negosiasi
Strategi penyelesaian konflik semua yang
terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. “lose-lose
situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat.
2. Kompetisi
Strategi “win-lose” sebagai penyelesaian
konflik. Hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan
yang kalah.
3. Akomodasi
Seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan,
dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang.
4. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan
cara mengurangi komponen emosional dalam konflik. Individu yang terlibat
berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan
introfeksi diri.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalah. Strategi ini dipilih bila ketidak ada sepakatan dan membahayakan kedua
belah pihak.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win
solution” dalam kolaborasi, kedua
unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerjasama dalam mencapai
suatu tujuan.
G. NEGOSIASI
Menurut
Marquis dan Huston, (1998) Negosiasi yaitu suatu pendekatan yang kompetitif.
Negosiasi dirancang sebagai suatu pendekatan kompromi untuk menyelesaikan
konflik. Berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan waktu
mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.
Menurut
Smeltzer, (1991) ada dua tipe dasar negosiasi :
1) Setiap
orang menang (kooperatif).
2) Hanya
satu orang yang menang (kompetitif).
Sebagai
negotiator penting untuk :
1) Memaksimalkan
kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama.
2) Meminimalkan
kekalahan, bagi yang kalah tetap dapat mengikuti tujuan bersama.
3) Membuat
kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil organisasi.
1. Sebelum
Negosiasi
a. Tiga kriteria
yang harus dipenuhi sebelum memulai negosiasi :
1) Masalah
harus dapat dinegosiasikan.
2) Negotiator
harus tertarik terhadap “take and
give” selama proses negosiasi.
3) Harus
saling percaya.
b. Langkah-langkah
sebelum melaksanakan negosiasi :
1) Mengumpulkan
informasi tentang masalah sebanyak mungkin, karena pengetahuan adalah kekuatan.
2) Dimana
manajer harus memulai, karena tugas manajer melakukan kompromi, mereka harus
memilih tujuan yang utama.
3) Memilih
alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efektifitas dan
efisiensi.
4) Mempunyai
agenda yang disembunyikan. Agenda negosiasi dapat ditawarkan jika alternatif
negosiasi tidak dapat disepakati.
2. Selama
Negosiasi
1) Filih fakta-fakta
yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2) Dengarkan
dengan seksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3) Berfikirlah
positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi yang
disampaikan.
4) Upayakan
untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara anda. Konsentrasi
dan perhatikan.
5) Selalu diskusikan tentang konflik yang
terjadi. Hindarkan masalah-masalah pribadi yang disampaikan pada saat negosiasi.
6) Hindarkan untuk
menyalahkan orang lain terhadap
konflik yang terjadi.
7)
Jujur.
8)
Usahakan
bersikap bahwa anda memerlukan suatu penyelesaian yang baik.
9)
Jangan langsung
menyetujui terhadap solusi yang ditawarkan, tetapi berfikir dan mintalah waktu
untuk menjawabnya.
10) Jika kedua belah pihak menjadi marah atau
lelah selama negosiasi berlangsung, istirahatlah sebentar.
11) Dengarkan dan tanyakan
tentang pendapat yang belum begitu anda pahami.
12) Bersabarlah.
H. Kunci
Sukses dalam Melakukan Negosiasi
1. Lakukan
1)
Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa anda mengetahui keinginan orang
lain.
2)
Perlakukanlah
orang lain sebagai teman dalam menyelesaikan masalah bukan sebagai musuh.
Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3)
Ingat bahwa
setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat diterima, jika anda dapat
menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4)
Dengarkan dengan baik-baik apa yang akan dikatakan dan
apa yan tidak. Perhatikan
pergerakan tubuhnya.
5) Lakukan sesuatu yang sederhana,
tidak berbelit-belit.
6)
Antisipasi
penolakan.
7) Tahu apa yang dapat anda
berikan.
8)
Tunjukkan
beberapa alternatif pilihan.
9) Tunjukkan keterbukaan dan
ketaatan jika orang lain sepakat dengan pendapat anda.
10)
Bersikaplah asertif,
bukan agresif.
11) Hati-hati ! anda
mempunyai suatu kekuasaan untuk mrmutuskan.
12) Pergunakan pergerakan
tubuh jika anda menyetujui atau tidak terhadap suatu pendapat.
13) Konsisten terhadap
sesuatu yang anda anggap benar.
2. Hindari
1)
Sikap yang tidak baik, sinis, kasar dan menyepelekan.
2) Trik yang tidak baik, manipulasi.
3) Distorsi.
4) Tergesa – gesa dalam proses negosiasi.
5) Tidak berurutan.
6) Membuat hanya satu pilihan.
7) Memaksakan kehendak.
8) Berusaha menekankan pada satu pendapat.
Referensi
Marquis,
B.L. dan Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses.
Philadelpia : JB. Lippincott.
Nursalam,
(2008) Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.
Smeltzer,
C (1991) The Art of Negosiation: an Everyday Experience. J Nurse Administration.
Langganan:
Postingan (Atom)