Selasa, 27 Maret 2012

Sistem Pengembangan Manajemn Kinerja Klinik (SPMKK)


MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Penerapan Lima Komponen Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) Perawat.
Oleh : Muhlisin Nalahudin.

A.  Sejarah Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) Perawat.
SPMKK adalah upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan disarana atau institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes, 2006)
Pada bulan Oktober 2000 - Maret 2001, Tim Konsultan WHO bekerja sama dengan Kelompok Kerja Perawat Tingkat Nasional Depkes, mengembangkan satu model “ Sistim Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) guna meningkatkan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada tatanan rumah sakit dan puskesmas. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh WHO dan Keperawatan Depkes di Provinsi Kaltim, Sumut, Sulut, Jabar dan DKI menunjukan gambaran sebagai berikut :
1.     70,9 % perawat selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan.
2.     39,8 % perawat masih melakukan tugas-tugas kebersihan.
3.     47,4 % perawat tidak memiliki uraian tugas secara tertulis.
4.     Belum dikembangkan monitoring dan evaluasi Kinerja Klinis bagi perawat secara khusus (Depkes, 2006).

B. Tujuan upaya pengembangan SPMKK 
1.     Jangka pendek  
·      Agar supaya tenaga keperawatan dapat membuat standar dan diskripsi pekerjaan sesuai dengan tupoksinya.
·      Mempunyai kemampuan manajerial dalam mengelola kegiatan keperawatan.
·      Mempunyai hubungan sistem monitoring indikator kinerja.
·      Senantiasa mengembangkan proses pembelajaran penyelesaian kasus secara berkesinambungan melalui RDK (Refleksi Diskusi Kasus).
2.     Jangka panjang
 Meningkatkan profesionalisme perawat, karena bagaimanapun tuntutan akan profesionalisme dalam melaksanakan pekerjaannya akan menjadi syarat dalam mewujudkan bentuk akuntabilitas publik.

C. Prinsip Pengembangan SPMKK

1.    Komitmen
Komitmen dapat diartikan sebagai janji atau tanggungjawab. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang/pihak/institusi yang berkomitmen terhadap SPMKK berjanji untuk melaksanakan SPMKK. Adanya komitmen ini sangat diperlukan mulai dari tingkat pimpinan/pengambilan keputusan dipemerintahan sampai kelevel yang paling bawah. Komitmen merupakan suatu komponen yang dapat menjamin kesinambungan kegiatan.

2.    Kualitas
Pelaksanaan SPMKK diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) keperawatan meliputi kinerja dan hasil pelayananya. Peningkatan kinerja perawat akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan citra pelayanan keperawatan disarana pelayanan kesehatan.

3.    Kerja tim
SPMKK baru difokuskan kepada perawat tetapi mendorong adanya kerjasama kelompok (team work) antar tenaga kesehatan, karena kerjasama tim merupakan salahsatu penentu keberhasilan pelayanan kesehatan.

4.    Pembelajaran berkelanjutan
Penerapan SPMKK memberikan kondisi terjadinya pembelajaran yang memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat mengikuti perkembangan IPTEK.

5.    Efektif dan efisien
Dengan menerapkan SPMKK perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien karena mereka bekerja sesuai dengan standar dan uraian tugas serta diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang dapat meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan. Adanya kejelasan tugas memungkinkan setiap orang bekerja pada area yang telah ditetapkan.

D.    Strategi Penerapan SPMKK

1.  Membangun komitmen
Membangun komitmen dengan semua pihak yang terkait/stakeholder dengan pengembangan SPMKK untuk itu perlu adanya sosialisasi dan koordinasi.

2.  Melibatkan stakeholder
Dengan komitmen, keterlibatan stakeholder dapat memberikan dukungan moril dan material dalam penerapan SPMKK.

3.  Mengelola sumber daya
Pengelolaan SDM, sumber dana, dan fasilitas dapat ditingkatkan untuk mengoptimalkan keberhasilan SPMKK perawat.

4.  Profesionalisme
Pengelolaan SPMKK secara profesional dengan perencanaan yang matang serta diimplementasikan secara sungguh-sungguh berdasarkan pada pedoman SPMKK, standar profesi, SOP keperawatan, serta pedoman pelayanan kesehatan lainnya.

5.  Desentralisasi
Dalam rangka otonomi daerah SPMKK dapat dikembangkan sesuai kondisi masing-masing daerah dengan tetap berpedoman pada pedoman yang telah ditetapkan.

E.  Komponen dasar SPMKK.
Dalam rangka mewujudkan terciptanya pelayanan profesional keperawatan perlu disediakan pedoman pelaksanaan SPMKK yang mengacu pada lima komponen SPMKK yaitu : Standar, Uraian tugas, Indikator kinerja, Refleksi Diskusi Kasus (RDK), Monitoring dan Evaluasi.

1.  Standar
Komponen utama yang menjadi kunci dalam SPMKK adalah standar, yang meliputi standar profesi, Standar Operasioanal Prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yang digunakan oleh perawat disarana pelayanan kesehatan. Standar keperawatan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan, dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta melindungi masyarakat atau klien dari pelayanan yang tidak bermutu.
Standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima pada suatu tingkat praktik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Reyers, 1983).
Standar yang ditetapkan harus memenuhi kreteria yaitu : spesifik (specific), terukur (measurable), tepat (appropriate), andal (reliable), tepat waktu (timely).(Donabedian, 1982)

a.    Ketentuan standar
1.    Harus ditulis dan dapat diterima untuk dilaksanakan oleh para pelaksana.
2.    Mengandung komponen struktur, proses, hasil.
3.    Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sitem dalam organisasi.
4.    Standar harus disyahkan atau disetujui oleh yang berwenang.

b.    Komponen standar
1.     Standar struktur atau standar input menjelaskan praturan, kebijakan tatanan dalam organisasi, meliputi filosofi dan obyektif organisasi dan administrasi, kebijakan dan peraturan, staffing dan pembinaan, deskripsi pekerjaan, fasilitas dan peralatan.
2.     Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi dan penerima asuhan yang berfokus pada kinerja petugas secara profesional dalam tatanan klinis meliputi fungsi, tanggungjawab, dan akontabilitas, manajemen kinerja klinis, monitoring dan evaluasi kinerja klinis.
3.     Standar hasil adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasien. Standar ini berfokus pada asuhan pasien yang prima meliputi kepuasan pasien, keamanan pasien, kenyamanan pasien.

c.    Manfaat standar
1.     Menetapkan norma dan memberikan kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimana tingkat pelayanan yang diharapkan/diinginkan karena standar tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas.
2.     menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja.
3.     berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal.
4.     meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik;
5.      meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf.
6.     dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan dasar maupun post basic pelatihan dan pendidikan.

2.  Uraian tugas
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, sehingga dapat menunjukan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Uraian tugas merupakan dasar utama untuk memahami dengan tepat tugas dan tanggugjawab serta akuntabilitas setiap perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

a.      Dalam lingkup keperawatan uraian tugas meliputi :
1.  Posisi struktural
Ketentuan dari posisi struktural ditetapkan oleh pemerintah ditentukan oleh adanya jabatan sesuai dengan sistem yang ditentukan oleh organisasi, dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan (SK). Posisi struktural ini ditentukan oleh masing-masing organisasi misal : kepala bangsal, koordinator puskesmas, penanggungjawab puskesmas pembantu, ketua PPNI dan lain-lain yang dikukuhkan dengan terbitnya SK pengangkatan.
2.  Posisi klinis
Posisi klinis berhubungan dengan kompetensi, tanggungjawab dan kewenangan yang sangat berhubungan pula dengan tingkat pendidikan. Misalnya : jabatan fungsional pada jenjang perawat pelaksana, perawat penyelia SPK, D1, D2, D3, D4, S1 atau tingkat profesi yang memiliki batas kewenangan masing-masing.

b.      Enam langkah untuk mengembangkan uraian tugas yaitu :
1.  Identifikasi pekerjaan
2.  Analisa pekerjaan
3.  Analisa kegiatan setiap pekerjaan
4.  Evaluasi fungsi melalui analisis kinerja dengan menggunakan penilaian kinerja.
5.  Analisis indikator kinerja untuk setiap kompetensi
6.  Metode penilaian kinerja.

c.      Tujuh kriteria yang harus dipertimbangkan dalam uraian tugas sebagai berikut :
1.  Diskripsi pekerjaan harus terkini dan akurat untuk persyaratan fungsi dan tugas yang diperlukan.
2.  Posisi/jabatan klinis harus jelas berdasarkan ketentuan dan jenjang karir yang ditetapkan oleh organisasi.
3.  Diskripsi pekerjaan menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, bagaimana dan untuk apa pekerjaan tersebut berbeda satu dengan yang lainnya.
4.  Diskripsi pekerjaan harus lengkap dan tidak mendetail, sehingga dapat mengembangkan fungsi dan tugas lebih luas.
5.  Adanya rancangan standar yang digunakan pada semua pekerjaan bagi masing-masing kategori.
6.  Diskripsi pekerjaan harus realistis untuk aspek teknis dan sumber daya manusia yang memungkinkan.
7.  Diskripsi pekerjaan harus selalu direvisi sesuai dengan kondisi terkini.

3.  Indikator kinerja
Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien yang berdampak terhadap pelayanan.

a.     Tujuan :
1.  Meningkatkan prestasi kerja staf sehingga mendorong peningkatan kinerja staf
2.  Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
3.  Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.
b.     Karakteristik Indikator :
1.  Sahih (valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2.  Dapat dipercaya (reliable) artinya mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulangkali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3.  Peka (sensitive) artinya cukup peka untuk mengukur sehingga memberikan hasil yang sesuai.
4.  Spesifik (specific) artinya memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5.  Berhubungan (relevan) artinya sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal. Contoh : pada unit bedah indikator yang di buat berhubungan dengan pre operasi dan post operasi.
 
c.      Klasifikasi indkator :
1.  Indikator input : merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas misalnya personil, alat, informasi, dana , peraturan.
2.  Indikator proses : memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
3.  Indikator out put : mengukur hasil meliputi cakupan, pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indikator effect.
4.  Indikator out come : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kasehatan masyarakat/penduduk.



4.  Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
RDK adalah suatu metode merefleksikan pengalaman klinis perawat dalam menerapkan standar dan uraian tugas. Pengalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman aktual dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dalam memberikan pelayanan keperawatan termasuk untuk menemukan masalah dan menetapkan upaya penyelesaiannya. Misal dengan adanya rencana untuk menyusun SOP baru.

a.  Tujuan RDK  
1.  Untuk mengembangkan profesionalisme.
2.  Meningkatkan aktualisasi diri.
3.  Meningkatkan motivasi untuk belajar.
4.  Meningkatkan pemahaman terhadap standar.
5.  Memacu untuk bekerja sesuai standar.

b.  Persyaratan Pelaksanaan RDK
1.  Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (supervisor) dan didukung oleh atasan langsung yang mendorong serta mewajibkan anggotanya untuk melaksanakan RDK secara rutin, terencana dan terjadual dengan baik. Diatur dalam SK dan Prosedur Tetap Pelaksanaan RDK.
2.  Merupakan satu kelompok profesi
3.  Kasus/issu yang menarik diambil dari pengalaman kinerja klinik
4.  Ditunjuk satu orang sebagai penyaji kasus, satu orang sebagai fasilitator dan beberapa orang sebagai peserta diskusi, posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara/sejajar.
5.  Persyaratan administratif : jadual, laporan kasus, lembar daftar hadir, lembar notulen.
6.  Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman kinerja klinis yang menarik dan memberikan motivasi pada peningkatan kinerja.
7.  Waktu pelaksanaan tidak terlalu lama : singkat, padat dan terorganisir dengan baik ± 1 jam.
8.  Posisi duduk sebaiknya melingkar dan saling berhadapan sehingga bisa berkomunikasi secara bebas.
9.  Tidak boleh ada interupsi saat penyajian kasus, klarifikasi kasus disampaikan secara bergantian.
10.   Tidak diperkenankan ada dominasi dan memberikan kritik yang dapat memojokan peserta lainnya.
11.   Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh tertumpu pada catatan, sehingga dapat mengurangi perhatian dalam diskusi.

5.  Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indikator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodik untuk memperoleh informasi sejauhmana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan dan mempercepat pencapaian target. Hasil monitoring yang dilaksanakan diinformasikan kepada staf dan dilaporkan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindaklanjut.


a.    Tujuan monitoring dan evaluasi
1.      Memperoleh informasi tentang kegiatan apakah telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan memberikan umpan balik.
2.      Mempertanggung jawabkan tugas/kegiatan yang telah dilakukan.
3.      Sebagai bahan untuk mengambil keputusan dan tindaklanjut dalam pengembangan program.
4.      Menentukan kompetensi pekerja dan meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong hubungan yang baik diantara pegawai.
5.      Menghargai pengembangan staf dan memotivasi kearah pencapaian kualitas yang tinggi.
6.      Menggiatkan konseling dan bimbingan dari manajer.
7.      Memilih pegawai yang berkualitas untuk pertimbangan jenjang karir.
8.      Mengidentifikasi ketidakpuasan terhadap sistem.

b.    Manfaat monitoring dan evaluasi
1.      Mengidentifiaksi masalah keperawatan
2.      Mengambil langkah korektif untuk perbaikan secepatnya
3.      Mengukur pencapaian sasaran/target.
4.      Mengkaji kecenderungan status kesehatan pasien yang mendapat pelayanan.

c.    Prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi
1.      Libatkan staf dalam perencanaan dan implementasi, diskusikan dengan staf untuk memberikan kesempatan mengerti konsep, ide-ide dan keuntungan sehingga evaluasi menjadi berguna.
2.      Bentuk tim monev yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan monev.
3.      Pastikan ada kesepakatan pelaksanaan evaluasi.
4.      Siapkan sumber-sumber pengambilan data dan analisa, jika memungkinkan melibatkan pendapat ahli.
5.      Mendorong evaluator untuk melaporkan kemajuan.
6.      Dokumentasikan seluruh proses monev, jika ditemukan ketidaksesuaian dengan standar berikan peluang untuk langkah-langkah perbaikan.
7.      Hasil temuan bukan kesalahan tetapi merupakan awal proses perubahan ke arah perbaikan.

Referensi

1.  Donabedian, A. (1982) Explorations in Quality Assessment and Monitoring. Volume II : The Criteria and Standars of Quality, Michigan: Health Administration Press.
2.  Departemen Kesehatan RI. (1997) Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat RSU dan Pendidikan, Jakarta.
3.  Departemen Kesehatan RI., WHO., PMPK-UGM. (2003) Implementasi Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik Untuk Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit Dan Puskesmas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
4.  Departemen Kesehatan RI. (2006) Modul Pengembangan  Manajemen Kinerja Klinik (PMKK) Perawat & Bidan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
5.  Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, (2008) Modul Materi Komponen Dasar SPMKK, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Selasa, 20 Maret 2012

KONFLIK, KOLABORASI dan NEGOSIASI

KONFLIK, KOLABORASI DAN NEGOSIASI
By : Muhlisin Nalahudin
A.  Pengertian dan Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis dan Huston, 1998).
Konflik timbul akibat ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran, dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan. Masing-masing tingkat tersebut saling berkaitan, membentuk sebuah rantai yang memiliki potensi kekuatan untuk menghadirkan perubahan, baik yang konstruktif maupun yang dekstruktif.
Konflik terjadi sudah dimulai sejak seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi dalam organisasi. Namun harus tetap diselesaikan secepatnya. Konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindarkan. Kalau staf diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara langsung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah banyak. Manajemen konflik yang konstruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan.

B.   Penyebab konflik
1)   Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2)   Hambatan komunikasi
3)   Tekanan waktu
4)   Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5)   Pertikaian antar pribadi
6)   Perbedaan status
7)   Harapan yang tidak terwujud

C.  Kategori konflik
1.    Intrapersonal.
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Akibat dari kompetisi peran, misalnya, manajer mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekaryaan, dan loyalitas kepada pasien.
2.    Interpersonal.
Konflik terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Misal, manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahan.
3.    Antarkelompok.
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen,  atau organisasi. Misalnya, hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas.

D.  Proses konflik
1.    Konflik laten.
Konflik yang terjadi terus menerus dalam suatu organisasi. Misal, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Memicu ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, konflik kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2.    Konflik yang dirasakan.
Konflik terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. 
3.    Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan.
Konflik sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik.
4.    Resolusi konflik.
Suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat didalamnya. Dengan prinsip “win-win solution”
5.    Konflik “aftermath”.
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesainya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar jika tidak segera diatasi.

E.   Langkah-langkah Penyelesaian konflik
1.    Pengkajian
v  Analisis situasi. Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, lakukan pengumpulan fakta pengkajian lebih mendalam, siapa yang terlibat dan peran masing-masing, tentukan situasinya jika dapat diubah.
v  Analisis dan mematikan isu yang berkembang. Jelaskan masalah dan perioritas fenomena yang terjadi, tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian, hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
v  Menyusun tujuan. Jelasakan tujuan spesifik yang akan dicapai.

2.    Identifikasi
v  Mengelola perasaan. Hindari respon emosional : marah, sebab setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
3.    Intervensi   
v  Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
v  Menyelesaikan metode dalam menyelesaikan konflik. Memerlukan metode yang berbeda-beda. Pilih metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

F.    Strategi penyelesaian konflik
1.    Kompromi atau Negosiasi
Strategi penyelesaian konflik semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat.
2.    Kompetisi
Strategi “win-lose” sebagai penyelesaian konflik. Hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. 
3.    Akomodasi
Seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang.
4.    Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam konflik. Individu yang terlibat berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introfeksi diri.
5.    Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik ini menyadari tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini dipilih bila ketidak ada sepakatan dan membahayakan kedua belah pihak.
6.    Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”  dalam kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan.

G.  NEGOSIASI
Menurut Marquis dan Huston, (1998) Negosiasi yaitu suatu pendekatan yang kompetitif. Negosiasi dirancang sebagai suatu pendekatan kompromi untuk menyelesaikan konflik. Berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan waktu mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.
Menurut Smeltzer, (1991) ada dua tipe dasar negosiasi :
1)     Setiap orang menang (kooperatif).
2)     Hanya satu orang yang menang (kompetitif).
Sebagai negotiator penting untuk :
1)     Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama.
2)     Meminimalkan kekalahan, bagi yang kalah tetap dapat mengikuti tujuan bersama.
3)     Membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil organisasi.

1.    Sebelum Negosiasi
a.    Tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum memulai negosiasi :
1)     Masalah harus dapat dinegosiasikan.
2)     Negotiator harus tertarik  terhadap “take and give” selama proses negosiasi.
3)     Harus saling percaya.
b.    Langkah-langkah sebelum melaksanakan negosiasi :
1)     Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin, karena pengetahuan adalah kekuatan.
2)     Dimana manajer harus memulai, karena tugas manajer melakukan kompromi, mereka harus memilih tujuan yang utama.
3)     Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efektifitas dan efisiensi.
4)     Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda negosiasi dapat ditawarkan jika alternatif negosiasi tidak dapat disepakati. 

2.    Selama Negosiasi
1)     Filih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2)     Dengarkan dengan seksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3)     Berfikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi yang disampaikan.
4)     Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara anda. Konsentrasi dan perhatikan.
5)     Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah pribadi yang disampaikan pada saat negosiasi.
6)     Hindarkan untuk menyalahkan orang lain  terhadap konflik yang terjadi.
7)     Jujur.
8)     Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan suatu penyelesaian yang baik.
9)     Jangan langsung menyetujui terhadap solusi yang ditawarkan, tetapi berfikir dan mintalah waktu untuk menjawabnya.
10) Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi berlangsung, istirahatlah sebentar.
11) Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu anda pahami.
12) Bersabarlah.

H.  Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi
1.    Lakukan
1)       Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa anda mengetahui keinginan orang lain.
2)       Perlakukanlah orang lain sebagai teman dalam menyelesaikan masalah bukan sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3)       Ingat bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat diterima, jika anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4)       Dengarkan dengan baik-baik apa yang akan dikatakan dan apa yan tidak. Perhatikan pergerakan tubuhnya.
5)       Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6)       Antisipasi penolakan.
7)       Tahu apa yang dapat anda berikan.
8)       Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9)       Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat dengan pendapat anda.
10)   Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11)   Hati-hati ! anda mempunyai suatu kekuasaan untuk mrmutuskan.
12)   Pergunakan pergerakan tubuh jika anda menyetujui atau tidak terhadap suatu pendapat.
13)   Konsisten terhadap sesuatu yang anda anggap benar.



2.    Hindari
1)       Sikap yang tidak baik, sinis, kasar dan menyepelekan.
2)       Trik yang tidak baik, manipulasi.
3)       Distorsi.
4)       Tergesa – gesa dalam proses negosiasi.
5)       Tidak berurutan.
6)       Membuat hanya satu pilihan.
7)       Memaksakan kehendak.
8)       Berusaha menekankan pada satu pendapat.

Referensi
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses. Philadelpia : JB. Lippincott.

Nursalam, (2008) Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.

Smeltzer, C (1991) The Art of Negosiation: an Everyday Experience. J Nurse Administration.